Pada kurun waktu satu tahun ini di 2010, beragam pemberitaan aktual terus bermunculan di berbagai media massa lokal maupun nasional. Mulai dari kasus Gayus seorang PNS Dinas Pajak yang dipidanakan lantaran melakukan tindakan melawan hukum, mengkorupsi anggaran pajak negara, Ariel yang tertangkap karena film adegan ranjangnya dengan dua orang artis wanita beredar luas di masyarakat, bencana alam Gunung Merapi di Jogjakarta, tsunami di Mentawai, dan banjir di Wasior Papua Barat, serta sejumlah kasus dan masalah bangsa lain yang belum terselesaikan. Itu semua, adalah komuditi masyarakat yang telah menjadi kewajiban media massa untuk mempublikasikannya.Tidak jarang produk media massa berupa informasi malah menjadi polemik di tengah masyarakat. Salah satunya karena isi pemberitaan yang memuat tentang satu peristiwa bencana alam tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Karena hal tersebut, banyak pihak yang mengkritik. Bahkan, menuntut lembaga media tersebut, untuk meralat dan meminta maaf kepada masyarakat yang merasa dirugikan.
Kecendrungan sebagian masyarakat menilai saat ini, produk informasi media massa telah melenceng dari “tata krama” jurnalistik. Tidak sedikit media massa khususnya cetak yang tidak mematuhi aturan yang berlaku. Bahkan, terkesan asal-asalan. Apalagi, setelah diberikannya ruang kebebasan Pers oleh Pemerintah tahun 1999 lalu. Menjadikan banyak bermunculannya media-media baru yang hanya mengandalkan kekuatan UU Pers No. 40 Tahun 1999.
Keinginan warga untuk menjadi sorang peliput berita atau wartawan sudah bukan barang mahal lagi dan bukan lantaran informasi yang terus berkembang kian pesat dimana-mana. Tapi, adanya kesempatan yang terbuka lebar saat ini serta mudah diperoleh. Dengan bermodalkan ID Pers, seseorang dapat berlaku layaknya seorang wartawan. Namun, nilai intelektualitas kewartawanannya kadang pula tidak sebanding dengan yang diharapkan masyarakat. Untuk itu, organisasi Pers besar seperti Aliansi Jurnalis Independen (Aji) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sangat selektif dalam melaksanakan aturan yang diberlakukan bagi para awak media tersebut.
Karena Uporia tersebut, banyak media massa yang beredar di masyarakat lokal maupun nasional. Ada saja diantaranya, yang sering bermasalah terutama masalah keuangan perusahaan dan kesejahteraan para wartawannya. Bagaimana tidak, untuk menghasilkan penghasilan selain mendapatkan suatu berita bermutu dan bernilai informatif. Si wartawan harus berusaha mendapatkan pendapatannya sendiri, ada dengan cara yang baik berupa kerjasama pemberitaan atau iklan. Namun, ada pula dengan cara kasar yaitu “ mengompas” si nara sumber. Karena, penyebab itulah, tidak jarang terjadi tindak pidana pun bermunculan. Bahkan, proses penyelesaiannya terbawa sampai ke tingkat pengadilan.
Dewasa ini, kebebasan informasi memang dirasakan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Komunitas journalism warga atau Citizen Journalism juga ikut berperan dalam memberikan informasi berita tanpa harus menjadi seorang wartawan. Keterlibatan mereka pada awalnya di dorong rasa ketidak puasan terhadap hasil pemberitaan yang ada atau “ kelumpuhan” informasi publik yang disiarkan.
Pengaruh berita infotaiment pun menjadi salah satu indikasi warga untuk mempublikasikan sendiri informasi yang mereka dapat. Hal inilah, yang seharusnya menjadi bahan intropeksi setiap lembaga atau perusahaan Pers dalam mengemas isi berita ataupun iklan agar masyarakat dapat kembali percaya akan kualitas dan kredibilitas media massa tersebut.
Media-media besar di negeri ini, cetak maupun elektronik. Memang tidak sembarangan merekrut para wartawannya. Mereka terlebih dahulu dilatih dasar-dasar journalism, teknik menulis berita dan reportase sampai mereka benar-benar dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan menghasilkan berita yang bernilai. Disamping, ilmu pengetahuan lainnya; seperti kode etik jurnalistik dan sebagainya. Sekolah-sekolah atau diklat jurnalistik pun banyak pula yang menyelenggarakan atas dasar kebutuhan masyarakat akan dunia jurnalistik.
Lembaga Pemerintah pun dalam rangka mensosialisasikan segala program kerjanya. Tetap mempergunakan sarana media intern sebagai wadah informasi yang di butuhkan masyarakat luas termasuk media massa umum. Dalam hal ini program yang menyangkut kebutuhan pembangunan. Kemitraan dengan sejumlah media massa bagi Pemerintah adalah upaya lembaga tersebut, selain meningkatkan citra positif juga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap program yang telah dicapai. Namun, sebagai lembaga wach dog (kontrol sosial) media massa tetap memberitakan hasil-hasil yang dicapai pemerintah dengan cara berimbang.
Media dan pembangunan informasi tetap akan berjalan selaras diantara lingkaran kebutuhan masyarakat akan layanan informasi. Informasi yang sehat serta mendidiklah yang perlu terus ditingkatkan kualitasnya, agar masyarakat tidak mengartikan media massa sebagai perusak tatanan kehidupan masyarakat dan dapat menjadi media pencerdas bangsa melalui informasi-informasi yang bermutu.
Benny Kurniawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar