Setiap kali kita menyaksikan sejumlah pertandingan sepak bola baik itu di televisi, mendengar di siaran radio maupun menonton langsung di sebuah stadion pasti kita jumpai sekolompok besar orang mulai dari anak-anak, remaja sampai orang dewasa menggunakan atribut yang sama seperti t-shirt, syal, spanduk, topi, bendera berlambangkan atau berlogokan kesebelasan kesayangan mereka. Bahkan mereka tidak malu dan canggung mencat bagian tubuh mereka dengan cat berwarna-warni bertuliskan atau gambar logo dan lambang yang sama.
Di semua negara yang warga negaranya mengagumi olah raga sepak bola pasti banyak melakukan hal tersebut, terutama di saat diadakannya sebuah even pertandingan baik berskala lokal, nasional maupun internasional termasuk di Indonesia. Sejak berdirinya sejarah persepakbolaan tanah air sudah cukup lama dikenal di semua lapisan masyarakat yang namanya fans club atau sekolompok warga masyarakat yang sangat mengagumi satu kesebelasan dengan membentuk suatu komunitas beranggotakan orang-orang yang sama-sama mengagumi, mayoritas dari para anggotanya adalah kaum muda. Seperti halnya, di negara Inggris dikenal pula dengan ‘Holigan’ yaitu satu komunitas pencinta salah satu group sepakbola di sana, yang dalam aktivitasnya membela group tersebut, para pendukung ini kadang-kadang nekad berbuat onar di tempat umum apabila tim kesayangan kalah saat melawan tim lain dalam satu pertandingan. Mereka tidak segan dan takut untuk melawan aparat keamanan setempat serta berani menghancurkan segala benda yang ada di hadapan mereka. Kegiatan ini ternyata sudah berlangsung lama serta turun- temurun. Setiap ada pertandingan selalu ricuh dan ricuh lagi tanpa peduli akan sanksi hukum yang berlaku karena alasan mereka hanya satu sebatas pelampiasan rasa ketidak puasan saja.
Sama seperti di Inggris atau negara barat lainnya, Indonesia yang begitu teguh memegang adat dan tradisi ketimuran malah menjadi salah satu negara di asia yang tidak pernah aman bila mengadakan pertandingan sepakbola dimanapun. Contohnya; Bobotoh Persib Bandung dengan Vikingnya, Persebaya Surabaya dengan Bonexnya, dan Persija Jakarta dengan The Jacknya, mereka selalu melakukan keonaran dan keributan bahkan aksi tawuran antar pendukung (sporter) jika diantara kesebelasan besar tersebut dipertemukan.
Pengurus Pusat Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) selama ini sudah kwalahan dengan tingkah laku para pendukung sepakbola fanatisme tersebut, termasuk aparat kepolisian. Tidak jarang dari setiap pertandingan besar yang diselenggarakan di seluruh Indonesia pasti banyak menimbulkan kerugian baik material maupun jiwa. Oleh karena itu, sanksi finalti biasanya langsung diberikan pada kesebelasan yang bermain saat itu dengan salah satu hukumannya dilarang bermain pada jadwal pertandingan berikutnya. Kondisi inilah yang menjadikan wajah persepakbolaan tanah air menjadi tercoreng hanya karena ulah dari segelintir orang yang mengatasnamakan pendukung setia salah satu kesebelasan. Akhirnya, semua pihak terkait harus terlibat dengan sanksi hukum.
Bila dilihat dari segi positif, komunitas-komunitas tersebut sangat kompak dalam kebersamaan. Namun, kenyataan dilapangan terkadang kekompakan mereka bukan digunakan dalam hal positif, melainkan merugikan diri sendiri dan lingkungan sekelilingnya. Terlebih banyak pula para orang tua yang akhirnya khawatir sekaligus menyesalkan kalau diantara anak-anak mereka juga ikut terlibat dalam komunitas tersebut. Sebab, dinilai tidak bermanfaat dan pasti banyak ruginya.
Fanatisme terhadap sesuatu yang berlebihan memang dinilai cendrung menjadikan seseorang berperilaku negatif, walau yang mereka dukung tersebut sempat berbuat sesuatu hal yang melanggar hukum, mereka tetap mendukung dan membelanya.Itulah fenomena yang terjadi saat ini di tanah air kita, budaya kebersamaan yang dulunya begitu susah diperjuangkan para pendiri bangsa untuk mengusir para penjajah, kini hanya sebagai pelampiasan emosi sesaat menghancurkan harapan mereka untuk dapat membangun negara ini lebih maju dan beradab.
Mungkin, bukan hanya dalam dunia olahraga saja, unsur-unsur fanatisme selalu menimbulkan kerugian.Tetapi, di bidang lainpun seperti dunia musik nilai fanatisme selalu berujung pada kekerasan, contohnya para penggemar musik aliran keras alias metal. Inilah yang kini menjadi gambaran umum bahwa Indonesia sebagai negara yang kaya akan khazanah budaya dan etika ketimuran sedikit demi sedikit menjadi terkikis nilai persatuan dan kesatuan bangsanya karena pengaruh globalisasi yang tidak terkendali.Termasuk di dalamnya bagi para pelaku kepentingan lainnya di negeri ini.
Marilah kita sebagai anak bangsa bersama-sama berupaya menyelamatkan negeri ini dari kehancuran terutama kehancuran moral, sebab masa depan negeri ini adalah tanggungjawab kita semua untuk nantinya diwariskan pada generasi berikutnya, jangan ada lagi pertumbahan darah, perselisihan, diantara kita. Selesaikanlah segala masalah bangsa dengan musyawarah untuk menghasilkan mufakat dan kebersamaan agar senantisa negeri kita menjadi damai, tentram dan sejahtera.
Benny K/Satgiat Humas Pramuka Kota Bandung
Sama seperti di Inggris atau negara barat lainnya, Indonesia yang begitu teguh memegang adat dan tradisi ketimuran malah menjadi salah satu negara di asia yang tidak pernah aman bila mengadakan pertandingan sepakbola dimanapun. Contohnya; Bobotoh Persib Bandung dengan Vikingnya, Persebaya Surabaya dengan Bonexnya, dan Persija Jakarta dengan The Jacknya, mereka selalu melakukan keonaran dan keributan bahkan aksi tawuran antar pendukung (sporter) jika diantara kesebelasan besar tersebut dipertemukan.
Pengurus Pusat Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) selama ini sudah kwalahan dengan tingkah laku para pendukung sepakbola fanatisme tersebut, termasuk aparat kepolisian. Tidak jarang dari setiap pertandingan besar yang diselenggarakan di seluruh Indonesia pasti banyak menimbulkan kerugian baik material maupun jiwa. Oleh karena itu, sanksi finalti biasanya langsung diberikan pada kesebelasan yang bermain saat itu dengan salah satu hukumannya dilarang bermain pada jadwal pertandingan berikutnya. Kondisi inilah yang menjadikan wajah persepakbolaan tanah air menjadi tercoreng hanya karena ulah dari segelintir orang yang mengatasnamakan pendukung setia salah satu kesebelasan. Akhirnya, semua pihak terkait harus terlibat dengan sanksi hukum.
Bila dilihat dari segi positif, komunitas-komunitas tersebut sangat kompak dalam kebersamaan. Namun, kenyataan dilapangan terkadang kekompakan mereka bukan digunakan dalam hal positif, melainkan merugikan diri sendiri dan lingkungan sekelilingnya. Terlebih banyak pula para orang tua yang akhirnya khawatir sekaligus menyesalkan kalau diantara anak-anak mereka juga ikut terlibat dalam komunitas tersebut. Sebab, dinilai tidak bermanfaat dan pasti banyak ruginya.
Fanatisme terhadap sesuatu yang berlebihan memang dinilai cendrung menjadikan seseorang berperilaku negatif, walau yang mereka dukung tersebut sempat berbuat sesuatu hal yang melanggar hukum, mereka tetap mendukung dan membelanya.Itulah fenomena yang terjadi saat ini di tanah air kita, budaya kebersamaan yang dulunya begitu susah diperjuangkan para pendiri bangsa untuk mengusir para penjajah, kini hanya sebagai pelampiasan emosi sesaat menghancurkan harapan mereka untuk dapat membangun negara ini lebih maju dan beradab.
Mungkin, bukan hanya dalam dunia olahraga saja, unsur-unsur fanatisme selalu menimbulkan kerugian.Tetapi, di bidang lainpun seperti dunia musik nilai fanatisme selalu berujung pada kekerasan, contohnya para penggemar musik aliran keras alias metal. Inilah yang kini menjadi gambaran umum bahwa Indonesia sebagai negara yang kaya akan khazanah budaya dan etika ketimuran sedikit demi sedikit menjadi terkikis nilai persatuan dan kesatuan bangsanya karena pengaruh globalisasi yang tidak terkendali.Termasuk di dalamnya bagi para pelaku kepentingan lainnya di negeri ini.
Marilah kita sebagai anak bangsa bersama-sama berupaya menyelamatkan negeri ini dari kehancuran terutama kehancuran moral, sebab masa depan negeri ini adalah tanggungjawab kita semua untuk nantinya diwariskan pada generasi berikutnya, jangan ada lagi pertumbahan darah, perselisihan, diantara kita. Selesaikanlah segala masalah bangsa dengan musyawarah untuk menghasilkan mufakat dan kebersamaan agar senantisa negeri kita menjadi damai, tentram dan sejahtera.
Benny K/Satgiat Humas Pramuka Kota Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar