Sabtu, 24 Juli 2010

Terpenjara Dalam Ruang Penyesalan

Aku tak menyadari semua sisa hidupku ini akan berakhir dalam ruang yang sempit dan pengap berjeruji besi untuk selamanya.
Namaku Doni Kusumah, umurku tahun ini, genap berusia 25 tahun sejak diriku divonis bersalah oleh hakim pengadilan telah menggunakan narkoba jenis heroin dan menjadi seorang pengedar dengan dijatuhi hukuman seumur hidup mendekam dalam rumah tahanan negara khusus narkoba.
Awalnya, hanya coba-coba karena teman-teman sepermainanku mengajak menggunakan barang haram ini untuk pertama kalinya. Sebelumnya, aku sempat menolak ajakan mereka karena aku yakin dampak yang ditimbulkan olehnya bila menggunakan barang tersebut. Tapi, mereka terus memaksa aku agar mencoba biar dianggap sebagai anak gaul. Akhirnya akupun terpengaruh bujuk rayu mereka dan mulai memakainya. Mulanya biasa saja. Tapi, seterusnya akupun terus ketagihan dan ketagihan lagi. Demi memuaskan keinginan, kadang uang jajan dan sekolah dari orang tuaku kupakai untuk membeli sepaket heroin. bahkan kalau tidak diberi aku terpaksa mengambil barang-barang yang ada dirumahku tanpa sepengetahuan mereka yang penting aku dapat memenuhi kebutuhan yang satu itu.
Setiap hari yang aku pikirkan bagaimana agar terus mendapatkan barang yang ku inginkan walau segala cara telah ku tempuh sampai mengorbankan seisi rumah termasuk tape recorder dan computer kesayanganku. Sementara, orang tuaku tak menyadari apa yang terjadi selama ini. Mereka bukanlah orang sibuk seperti kebanyakan yang dilakukan orang tua teman-temanku. Orang tuaku hanyalah pedagang barang klontongan di sebuah pasar tidak jauh dari tempat tinggalku.
Bersama waktu berlalu, jadwal sekolah yang sebentar lagi akan ku tamatkan terus ku upayakan diselesaikan agar orang tuaku tidak khawatir aku tidak lulus nantinya. Namun, seiring waktu berjalan tingkat pergaulanku bukan lagi sebatas memakai narkoba tapi sudah menjadi seorang pengedar. Para Bandar yang ku kenal telah mempercayaiku untuk menjualkan kepada para pelanggan karena aku dianggap jujur dan setiap berhasil teransaksi aku diberi bonus satu paket oleh mereka, jadi aku mau saja melakoninya. Jaringan mereka kuat mulai dari preman terminal sampai pejabat bahkan oknum aparat ikut berperan dan sebagian besar para pelangganya adalah anak-anak orang kaya yang broken home. Kesempatan ini, tidak kusia-siakan untuk terus meraup keuntungan lebih besar dari setiap teransaksi dan tidak jarang dari mereka yang juga memesan wanita-wanita “nakal” dariku untuk mereka kencani. Lama-kelamaan waktu sekolah dan istirahatku tersita terus oleh kegiatan illegal ini, walau ku tahu bahwa bahaya besar sedang menghadang dihadapanku.
Keinginan untuk berhenti dari perbuatan tercela ini telah ku coba berulang-ulang dengan berbagai cara tapi, tetap saja rasukan syetan lebih dahsyat pengaruhnya dibanding hasratku yang ingin segera mengakhiri semua. Termasuk menjadi seorang pengedar. Namun, sekali terperosok kedalam lumpur noda tetap tak bisa keluar lagi, para Bandar itu telah lama mengenal diriku sebagai kurir mereka yang setia dalam menjalankan aksi dan para pelangganpun merasa nyaman berbisnis barang haram denganku.
Selama dalam petualangan, aku terpaksa banyak berbohong kepada kedua orang tua dan keluargaku lainnya tentang kelakuanku yang tak bermoral pada mereka dan Setiap kali ditanya aku selalu menghindar berusaha mengalihkan pembicaraan. Akupun sebenarnya menyadari tentang apa yang terjadi pada diriku selama ini, kecanduan narkoba bukanlah jalan menuju kebenaran sejati yang diridhoi Allah SWT sementara, dirumah kehidupan keluargaku adalah muslim sejati yang boleh dibilang taat dalam menjalankan ibadah. Tak terasa waktu berlalu dengan cepat, masa sekolahkupun usai dan nilai yang selama tiga tahun kutempuh di bangku SMA tidak begitu dapat dibanggakan termasuk bagi orangtuaku. Namun, diantara temanku yang lain ada juga yang tidak lulus alias harus mengulang satu tahun lagi.
Inilah yang selanjutnya terjadi, akhir dari semua cerita di dunia hitam ini. Ketika pada hari naas itu, bersama kedua temanku lainnya sedang mengadakan transasksi membawa sejumlah besar paket heroin siap pakai dengan seseorang yang mengaku dirinya sebagai pembeli dari negeri ziran Malaysia di sebuah pondokan dekat tempat kami bertiga biasa nongkrong. Saat akan bertukar barang dari luar pondokan terdengar suara teriakan agar kami yang sedang di dalam ruangan segera keluar dan menyerahkan diri karena kami sudah dikepung. Ternyata, kami sadar telah dijebak yang mengaku sebagai pembeli dari Malaysia ternyata seorang polisi yang sedang menyamar. Tanpa banyak melakukan perlawanan kamipun menyerahkan diri bersama barang bukti heroin dan langsung digelandang dengan tangan terborgol ke kantor polisi.
Sesampainya di sana, kamipun terus dibawa ke sebuah ruangan introgasi untuk dimintai keterangan secara bergiliran dan kamipun mengakui semua perbuatan kami. Sementara, pihak kepolisian memanggil pula orang tau kami masing-masing untuk dimintai kesaksian atas apa yang terjadi pada diri kami, dan mereka akhirnya pasrah tak bisa berkata apa-apa hanya bisa menyerahkan semuanya pada yang kuasa Tuhan YME.
Seminggu sudah kami di dalam tahanan Polres, sebelum akhirnya kami kasus kami dilimpahkan ke pengadilan dan diproses. Dalam putusannya hakim yang mengetuai persidangan memutuskan bahwa kami memang sebagai pemakai dan pengedar narkoba jenis heroin dan wajib menerima hukuman seumur hidup.
Itulah sepenggal kisah sedihku, dijadikan pengalamanku ini sebagai kesadaran kalaian agar jangan meniru perbuatan yang berawal dari ikut-ikutan akhirnya menyesal sendiri.
Benny K


Tidak ada komentar:

Posting Komentar